Berkunjung ke Curug Batu Ampar di Gunung Bunder, Bogor

Hari Sabtu waktunya berangkat bermain ke alam lagi. Seperti biasa trip menggunakan sepeda motor bersama Halvor. Pekerjaan di hari Sabtu, 4 Maret 2017 ini diselesaikan pukul 3 siang. Kita akan menuju daerah pedesaan dimana jalanan masih berbatu dan berlubang tidak seperti jalanan di kota. Sampai sana bakalan malam hari, jadi penerangan dari lampu yang sudah tersedia di motor rasanya kurang. Apalagi faktor mata yang pasti tidak sebening mata ABG. Dua buah lampu sorot led akan sangat membantu agar tidak selalu menggilas jalan pada bagian yang berlubang. Lampu sudah dibeli dan mampir sebentar ke bengkel motor langganan. Ternyata cukup rumit, teman-teman, perlu waktu yang agak lama. Lampu seharga 50 000 sepasang, ongkos pasang 35 000 karena kerumitan dan waktu lama, saklar seharga 10 000 sepasang.

Pulang ke rumah dan bersiap-siap, pukul 18:03 start dari rumah. Curug yang akan kita tuju kali ini adalah Curug Batu Ampar di daerah Jl. Raya Gunung Salak endah, Gunung Bunder 2, Pamijahan, Bogor, Jawa Barat. Sebentar saya tampilkan dulu ... meloncat ke gambar di curugnya. Tidak seindah curug lainnya, tapi cukuplah untuk dikunjungi.




Oh iya... Sabtu pagi dua orang teman, mas Arie dan mbak Amal sudah berangkat dahulu, mereka sudah tiba di lokasi dan memasang tenda. Tadinya terpikir untuk ke Curug Pangeran, namun pepohonan tidak banyak, dirasa kurang ideal untuk membuka hammock, sehingga diputuskan pindah ke Curug Batu Ampar. Siang harinya bang Didi dan mbak Eka berangkat menyusul. Dan saya bersama Halvor rombongan terakhir. Total ada tiga motor.


PERJALANAN KE BOGOR


Setelah melihat peta Google, saya memutuskan melalui jalur Serpong, rute ini sempat dilalui sebelumnya, sehingga sudah lebih yakin. Saat berangkat menuju Serpong, dari Jakarta Barat, jalanan agak macet mungkin bersamaan dengan waktu para pekerja yang bekerja penuh di hari Sabtu, ditambah lagi dengan orang yang akan ke luar kota jadilah memang menjadi lebih padat.

Rutenya melalui Jalan Daan Mogot, lalu berbelok ke kiri di Tangerang di Jalan Jendral Sudirman melewati depan Mal Balekota, depan Tang City, lalu berbelok ke kiri melalui Jalan MH Thamrin, Jalan Raya Serpong. Kemudian melewati BSD Junction, Mal Teras Kota, Jalan Raya Rawa Buntu,

Sampai di sini mulai turun hujan. Di pertigaan saya agak ragu, jalan ke kanan lebih besar, tapi banyak juga mobil dan motor mengambil jalan lurus ke selatan. Karena tujuan saya ke selatan, saya mengambil jalan lurus ini. Untuk memastikan saya berhenti dan sempat sempat bertanya dua kali dan disarankan tetap lurus. Hanya saja jalan ini mulai masuk kategori jalan yang pas untuk satu mobil ke selatan dan satu mobil ke utara, rasanya lebih kecil dari yang dulu pernah saya lalui.

Setelah itu sampai di perempatan, saya bertanya lagi dan mengambil jalan lurus lagi. Saya mengambil jalan lurus melewati Perumahan Bukit Dago di Gunung Sindur. Jalan ini juga rasanya belum pernah saya lalui sebelumnya, saya mengambil jalan ini karena arahnya tetap lurus ke arah selatan. Hujan bertambah deras, perut belum terisi makan malam, saya menemukan dan melewati warung ayam bakar di sebelah kanan. Saya putuskan untuk putar balik, makan di sana sembari beristirahat dan mempelajari rute perjalanan. Cukup lama berhenti di sini. Dua piring nasi ayam bakar dan lalapan, serta segelas teh hangat manis, cukup 35 000 rupiah. Bapak penjual ayam bakar yang asli daerah Jawa Tengah ini menceritakan bahwa jalan berikutnya ada perbaikan jembatan. Ternyata jika ingin melewati rute yang pernah saya lalui sebelumnya yang cukup besar, saya harus berbelok ke kanan di pertigaan dimana saya ragu tadi, yaitu ke Jalan Tekno Widya. Pilihan lain adalah berbelok ke kanan di perempatan ke Jalan Puspitek, bukan lurus ke jalan ini yang bernama Jalan Pasar Jengkol. Rasanya untuk kembali sudah terlewat agak lumayan.


Alternatif lain yang diberikan si bapak ini adalah kembali ke Perumahan Bukit Dago, lalu di seberangnya belok ke kiri, mengikuti mobil AlfaCart yang akan kembali ke Parung. Saya pilih alternatif ini. Jalan ini adalah melewati kampung dan minim rambu. Saat kebingungan di pertigaan, di belakang saya muncul mobil box AlfaCart. Syukurlah... saya lanjut meneruskan lagi dengan mengikuti mobil ini. Fyuuuuh....

Back on track sampai akhirnya ke Jalan Raya Leuwiliang - Bogor. Saya melewati pertigaan ke Tenjolaya, masih terus, sambil mencari belokan ke kiri lagi, rupanya saya terlewat cukup jauh dan kembali lagi. Masuk melalui pertigaan di depan SDN Cibatok 04 lalu naik terus ke atas. Sebentar berhenti di minimarket untuk membeli air mineral dan keripik jagung.

Beberapa kali bertanya untuk memastikan, siapa tau peta Google kurang tepat. Akhirnya sampailah di pintu gerbang, pada pukul 00:04.

Foto pintu gerbang yang difoto pada saat kepulangan.

Petunjuk obyek wisata.

Masuk gerbang ini biaya satu orang sepuluh ribu rupiah, biaya masuk motor lima ribu rupiah. Banyak obyek wisata yang terpampang di papan petunjuk obyek wisata di dinding. Saya menanyakan jikalau ada peta yang disediakan, si bapak penjaga mengatakan tidak ada. Sayang sekali yah. Lebih repotnya lagi di papan petunjuk itu tidak tertera Curug Batu Ampar. Dari gerbang ini, lokasi obyek Curug Batu Ampar adalah yang terdekat, sejauh satu kilometer, dan gerbangnya berada di sebelah kanan jalan.

Tidak ada penerangan jalan sama sekali. Di sini lampu yang saya pasang tadi siang sangat membantu untuk melihat jalan mana yang paling baik di antara pilihan yang kurang bagus. Hahaha... gelap sekali dan rasanya ngeri-ngeri sedap... Saya sendiri sudah terbiasa dengan suasana seperti ini, saat sampai ke lokasi gelap di perjalanan sebelum-sebelumnya. Tidak pernah diberi penampakan seperti apapun. Hehehe... barangkali itulah sisi positifnya. Sampai di pintu gerbang pukul setengah satu malam. Saya menemukan tenda teman-teman. Lalu diberi petunjuk untuk terus turun ke bawah dan memarkirkan motor di warung penduduk. Setelah saya menaruh tas dan menambatkan Halvor di pohon, sayapun menitipkan motor ke bawah dan naik lagi.


Tempat tenda sangat rimbun oleh pohon. Sudah terpasang dua tenda dan tergantung dua buah hammock dan semuanya ditutupi oleh fly sheet yang dipasang mendatar. Bang Didi dan mbak Eka sedang tidur di hammock dan terbangun saat saya tiba.

Udara cukup dingin. Santai saja saya memasang hammock dan fly sheetnya. Saya orang yang termasuk baru di dunia camping dan perhammockan. Saya ceritakan pengalaman beberapa kali ini di artikel lain di sini.

Baca juga: Bagaimana memasang hammock dan fly sheet untuk menahan angin dingin ?

Setelah hammock terpasang dan segera memasak satu panci air untuk membuat air teh. Sembari santai tiduran dan memakan keripik jagung, lalu sebentar duduk untuk minum teh hangat beberapa teguk. Oh iya... sepatu dan jaket saya lepas. Saya tidur dengan menggunakan rash guard Tiento baru saya, model lengan panjang dengan lengan merah dan biru. Selain itu celana panjang jeans tetap terpasang. Tanpa jaket, selimut ataupun sleeping bag. Dingin ? Agak dingin tapi masih oke. Setengah tiga pagi baru rasanya saya benar-benar tertidur. Halvor tidur di bawah hammock saya.

Hanya tidur beberapa jam, badan sudah segar kembali. Pukul 6 pagi teman-teman semua masih terlelap. Saya sudah bangun dan membereskan sedikit barang. Lalu melap muka dengan tisue yang dibasahi air kemasan. Kemudian berjalan untuk berfoto bersama Halvor.

Hammock saya tampak di sebelah kiri, dan kedua tenda teman-teman ada di sebelah kanan. Halvor sudah bersiap untuk jalan-jalan.

Halvor bersantai menikmati kesejukan pagi.

Berpose di depan hammock.

Ini pintu gerbang obyek wisata Curug Batu Ampar.



Fasilitas yang terdapat di obyek wisata Curug Batu Ampar ini, yaitu curug, gazebo, camping ground, toilet umum, dan lahan parkir.

Wefie... Oh iya... ini rash guard baru saya. Tiento dengan body warna hitam, lalu lengan kanan merah, lengan kiri biru, keduanya lengan panjang... hahaha... Siapa tau nanti keluar model kiri panjang, kanan pendek... Namanya juga model ... kadang bisa saja unik.

 Wefie lagi

Wefie lagi...hehehe...

Halvor senang sekali berada di sini, rasanya selalu menarik-narik saya untuk berlari kesana kemari.

Agak siang barulah teman-teman bangun dan mas Arie dan mbak Amal memasak menu kegemaran kita semua, nasi putih, telor, tempe goreng tepung, dan tak ketinggalan sayur asem. Saya melahap nasi, sayur dan tempe saja. Sedikit saja sudah cukup. Barang bawaan mas Arie dan mbak Amal ini luar biasa, tak salah kalau mereka memang hobi camping. Sampai pukul 11:45 kita masih belum beres. Halvor sudah mulai bosan dan mengantuk, barangkali jenuh tidak jalan-jalan lagi sehingga tertidur.

Oh iya ... pagi ini kita ditagih untuk bayar setiap orangnya tiga puluh lima ribu rupiah sebagai tanda masuk ke obyek wisata Curug Batu Ampar ini. Jadi pintu masuk gerbang utama bayar untuk masuk kawasan, sedangkan di sini bayar untuk masuk ke obyek wisatanya.

Bosan... tidur lagi ah... Hahaha...

Setelah selesai berkemas, kitapun segera berfoto-ria di kawasan hutan pinus ini.

Petualang pemula...



Kontes .... bwahaha... Enggak enak mau nulis lebih panjang...

Mas Arie juru potret. Kita berlima sibuk berpose.

Di kawasan pinus ini diberi tulisan gaul seperti Miss U Mom, Om telolet om, Mantan disini (di bawahnya diletakkan tempat sampah), lalu I love U Beb. Ini Bang Didi lagi bergaya.

Tempat yang asyik buat berfoto-ria.

Setelah puas berfoto, kita segera turun ke warung tempat penitipan motor dan menitipkan barang bawaan yang besar-besar. Kemudian kitapun turun lagi untuk menuju ke curugnya. Curug Batu Ampar ini tidak besar. Dinding kolamnya sudah dibendung buatan dengan semen. Lainnya masih alami. Air kolamnya saat itu agak keruh kecoklatan. Tidak lama kita berada di sini, hujan turun. Teman-teman kembali ke parkiran motor. Pengunjung lainnya berteduh. Saya asyik berdua bersama Halvor bermain air di tepian bendungannya, sambil sesekali melihat ke arah curug, siapa tau aliran air mendadak besar, hahaha... Ketakutan sih tidak, tapi waspada tetap perlu.


Curug Batu Ampar difoto dari dinding semen bendungannya.

Saya berdiri di atas bendungan semen dengan latar belakang Curug Batu Ampar.

Setelah bermain air, saya segera kembali ke warung tempat parkir. Dua mangkuk mie instant rebus lengkap dengan telur untuk Halvor dan saya. Barangkali Halvor satu setengah porsi sendiri dan masih kurang. Husky ini sudah beradaptasi hahaha... 

Dua mangkuk mie dan telor seharga enam belas ribu rupiah. Dutambah biaya parkir motor menginap sebesar sepuluh ribu untuk setiap motornya. Tadi sebelumnya saya membeli air mineral botol 500 ml seharga lima ribu ruipiah. Jam tiga kurang seperempat menit, mas Arie memutuskan untuk pulang dan tidak eksplore ke curug lainnya, dikarenakan waktu yang tanggung. Perjalanan masih jauh dan tidak mau pulang dalam kondisi gelap. 

Bang Didi dan mbak Eka masih melanjutkan ke Curug Ciampea.

Jalur yang kita lalui adalah jalur yang pernah kita lalui saat sepulang dari Curug Ciampea waktu lalu, yaitu melewati Serpong. Sejenak kita beristirahat di Serpongnya karena mas Arie sudah terlalu lelah. Di sini abang petugas Indomart menyempatkan diri untuk keluar dan meminta difoto bersama Halvor. Dari yang takut sampai akhirnya dekat.

Secara tidak saya sadari, sebenarnya saya juga memperkenalkan husky kepada orang-orang yang kita temui. Bahwa ini adalah seekor anjing dan bukanlah seekor serigala. Bahwa ini adalah Siberian Husky... bukan german shepherd dog, herder atau yang lainnya. Bahwa husky adalah tampang serigala hati Hello Kitty. Beberapa orang yang mulanya takut, jadi berani bergaul bersama husky. Dari yang tidak berani sampai berani berfoto bersama Halvor. Bahkan ada yang dulunya trauma dengan anjing di masa kecilnya, pelan-pelan mengenal segala kesalah-pahaman yang ada dan terangkat hilang traumanya. Lumayanlah semoga dapat pahala. 


Sampai di rumah pukul 18:43. Posisi menunjukkan angka awal 38 859 km dan angka akhir 39 051 km, total perjalanan sejauh 192 kilometer.

Sampai bertemu lagi di kesempatan berikutnya teman-teman.

Salam lestari...
Gunadi dan Halvor.






Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Curug Panjang, 5 February 2017, Berhati-Hatilah Bermain di Air Terjun

Bagaimana memasang hammock dan flysheet untuk menahan angin ?